Breaking News
recent

BERQURBAN YANG BENAR

Pertama : Pengertian Qurban
Kata “Qurban” berasal dari bahasa Arab:  (قرب – يقرب - قربانا) artinya: Dekat atau pendekatan. Kurban juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah.Kata “Udhiyah” berasal dari  bahasa Arab diambil dari kata أَضْحَى (adh-ha).
yang artinya terang, awal siang, setelah terbitnya matahari dan akar kata dasarnya "ضحى” dhuha yang selama ini sering kita gunakan untuk sebuah nama sholat, yaitu sholat dhuha  di saat  terbitnya matahari hingga menjadi putih cemerlang.
Sedangkan   الأضحية (al-udhiyah / qurban) menurut syariat[2] adalah: “ sesuatu yang disembelih dari binatang ternak, berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang disembelih pada hari raya Idul Adha,  pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah selesai shalat ‘Idul Adha,  dan pada hari-hari Tasyrik yaitu pada hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijah.
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ   (رواه الدارقطنى و البيهقى(
"Semua hari-hari Tasyriq adalah (waktu) menyembelih qurban”(HR. Ad-Daruquthni dan Al Baihaqi didalam As-Sunanul Kubro)
                                         
Kedua :
Hukum menyembelih qurban
Hukum menyembelih qurban menurut mayoritas Ulama selain Imam Abu Hanifah[3] adalah sunnah muakkad bagi ummat Islam,  atau sunnah yang sangat diharap dan dikukuhkan oleh yang sanggup. Ibadah Qurban adalah termasuk syiar agama yang ditetapkan dalilnya dari Alquranul Karim, Sunnah Nabawiyah dan Ijma’ ulama[4]. Syi’ar berqurban disyariatkan pada tahun ke-2 Hijirah.
                 
Pembagian sunnah ada 2 macam :
1.     Sunnah ‘Ainiyah, yaitu : Sunnah yang dilakukan oleh setiap orang yang mampu.
2.      Sunnah Kifayah, yaitu :  Disunnahkan dilakukan  oleh seorang kepala keluarga dengan menyembelih 1 ekor atau  2 ekor untuk semua keluarganya dan termasuk yang dibawah tanggungannya.
.
Ketiga: Kapan berqurban menjadi wajib

            Pada dasarnya berqurban adalah Sunnah Muakkad, akan tetapi akan berubah menjadi wajib dengan empat sebab:
1.     Dengan bernadzar, seperti : Seseorang berkata : “Aku bernazar akan berqurban pada tahun       ini.” Atau “Aku bernadzar qurban tahun ini.” Maka saat itu qurban menjadi wajib bagi orang tersebut.
2.     Dengan mewajibkan atas dirinya seperti ia berkata: Wajibkan bagiku berqurban pada tahun ini.
3.     Dengan mewasiatkan, seperti: Jika aku telah berangkat ketanah suci atau jika aku sehat atau jika aku wafat aku wasiatkan kepadamu untuk berqurban dariku.
4.     Dengan menentukan, maksudnya : Jika seseorang mempunyai seekor kambing lalu berkata : “Kambing ini aku pastikan menjadi qurban.” Maka saat itu qurban dengan kambing tersebut adalah wajib.
Dalam hal ini sangat berbeda dengan ungkapan seseorang  : “Aku mau (bercita-cita) berqurban dengan kambing ini. “ Maka dengan ungkapan ini tidak akan menjadi wajib karena dia belum memastikan dan menentukan. Dan sangat berbeda dengan kalimat yang sebelumnya, yaitu “Aku jadikan kambing ini kambing qurban.Bila hanya menyebut atau mengatakan jika ada rezeki saya akan berqurban tahun ini, sebutan itu masih umum dan jatuh sunnah (bukan wajib)., sebab masih dalam bentuk cita-cita.”

Keempat : Waktu Berqurban
Waktu menyemblih qurban  itu diperkirakan dimulai dari  : Setelah terbitnya matahari di hari raya  qurban dan setelah selesai 2 roka’at  sholat hari raya idul adha ringan dan 2 khutbah ringan (mulai dari matahari terbit tambah 2 rokaat shalat ‘Idul Adha dan 2 khutbah), maka tibalah waktu untuk menyemblih qurban.  Bagi yang tidak melakukan sholat hari raya ia harus  memperkirakan dengan perkiraan tersebut atau menunggu selesainya  sholat  dan khutbah dari masjid yang ada di daerah tersebut atau sekitarnya[5]. Dan waktu menyembelih qurban berakhir saat terbenamnya matahari di hari tasyrik tanggal 13 Dzulhijjah

Apabila sembelihan terjadi diluar waktu yang telah ditetapkan Rasulullah SAW maka tidak termasuk Qurban yang dimakksud dalam Syariat Islam, tapi hanya sebagai sedekah biasa. Demikian juga dengan memberikan binatang ternak hiidup-hidup kepada fakir miskin niat Qurban tidak jatuh sebagai qurban, tapi jatuh sebagai sedekah biasa, karena  sudah menyalahi syarat, kaifiyat, waktu dan qurban tidak hanya di berikan kepada fakir miskin tapi semua lapisan berhak mendapat, baik kaya, miskin, dekat, jauh, kawan dan kita sendiri boleh memakannya jika qurban itu humnya sunnah[6].

Kelima: Syarat Orang Yang Berqurban

1.     Seorang muslim / muslimah, tidak sah qurban dari orang kafir,karena dia tida ahli niat dan ibadah.
2.     Usia baligh (dewassa), tidak sah niat dari anak-anak yang belum dewasa, namunn sah dan sunnah anak-anak yang belum dewasa berqurban dengan diniatkan orang tuanya (walinya) dan mengajarinya untuk berniat qurban sebagai bentuk pendidikan.
3.     Berakal tidak sah dari yang gila,  sunnah bagi walinya untuk berqurban atas nama orang gila tersebut seperti diatas.
4.     Mampu, mampu disini adalah punya kelebihan dari makanan pokok, pakaian dan tempat tinggal untuk dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik.
            Maka bagi siapapun yang memenuhi syarat-syarat tersebut, maka sunnah muakkad baginya untuk melakukan ibadah qurban.

Keenam: Umur hewan qurban
1.      Unta, diperkirakan umurnya 5 – 6 tahun
2.      Sapi, atau kerbau minimal  umurnya2 tahun ke atas, kecuali terlalu sulit untuk  mendapakannya, maka dipilih yang dibawah umur dua tahun dengan tetap mencari yang lebih tua secara berurut kebawah umur dua tahun dan tidak kurang satu tahun .
3.      Domba atau kambing dengan bermacam- macam jenisnya, minial umur 1 tahun, jika sangat kesulitan untuk mendapatkannya maka dicari umur diabawahnya dengan mengurut yang lebih tua sampai minimal 6, 8, 9 bulan, namun tetap memperhatikan apakah gigi seri atas sudah gugur, jika belum gugur maka tidak memadai dijadikan qurban[7].

Ketujuh: Sifat-sifat Binatang yang Tidak Boleh Dijadikan Qurban

1.     Buta sebelah mata dan butanya nampak jelas
2.     Berpenyakitan yang jelas sakitnya, seperti penyakit kurap yang dengan sebab itu kulitnya tidak dapat dimanfaatkan.
3.     Pincang salah satu kakinya, dimaafkan pincang yang ringan dan tidak mengganggu jalannya untuk mencari makan.
4.     Binatang ternak yang kurus kering, seperti tidak ada taknya atau sumsum pada tulang kosong, tanda-tandanya malas tidak ada keinginan untuk makan tumbuhan.
5.     Ada sebagian dagingnya yang hilang walaupun  sedikit.
6.     Makruh tapi memadai seperti ada sebagian yang kurang dari kelengkapan anggota tubuhnya semenjak lahirnya, tapi tidak mengurangi kadar daging seperti: Tidak punya peler atau hanya satu biji, tidak bertanduk, atau kupingnya kecil, atau kantung susunya sudah mengecil. Namun tetap yang terbaik dan lebih afdhal jika semuanya sempurna[8]. Hewan betina sah dan memadai untuk dijadikan qurban selama memenuhi syarat.
7.     Tidak memadai qurban atau menjadi sedekah biasa jika ada yang kurang dari tubuhnya yang sudah ada semenjak lahir, seperti: Terpotong kupingnya, terputus tanduknya atau kukunya atau luka, namun dimaafkkan jika itu terjadi bukan karena kelalaian atau kurang perhatian[9].

Kedelapan:
Sunat-sunat  dalam Menyembelih Qurban
1.     Dalam keadaan suci daripada hadas besar atau kecil.
2.     Menghadap qiblat.
3.     Membaca doa:

a.      Doa menyembelih atas nama diri sendiri:
“اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ وَمِنِّيْ فَتَقَبَّلْهُ ِمنِّيْ
“ Allah Maha Besar, Ya Allah ini dari-MU dan milk-MU dan untuk-MU dan dariku dan dari, maka terimalah ia dariku”.
b.     Doa menyembelih untuk diri sendiri dan atas nama keluarga:

“اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ وَمِنِّيْ وَمِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ فَتَقَبَّلْهُ ِمنِّيْ وَمِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ
“ Allah Maha Besar, Ya Allah ini dari-MU dan milk-MU dan untuk-MU dan dariku dan dari keluargaku, maka terimalah ia dariku dann dari keluargaku”.
   
c. Doa menyembelih untuk orang lain:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم  بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ وَمِنْ................ فَتَقَبَّلْهُ مِنْهُ/ مِنْهُمْ.
“ Allah Maha Besar, Ya Allah ini dari-MU dan milk-MU dan untuk-MU dan dari si: ……. Sebut satu persatu nama pengqurban  maka terimalah ia darinya/ dari mereka”.
         
c. Doa menyembelih atas nama satu keluarga:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم  بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ وَمِنْ................ وَأَهْلِ بَيْتِهِ فَتَقَبَّلْهُ مِنْهُمْ. “

“Allah Maha Besar, Ya Allah ini dari-MU dan milik-MU dan untuk-MU dan dari si: ……. Sebut nama pengqurban  maka terimalah ia darinya dan  dari keluarganya dan terimalah dari mereka”.


d. Doa menyembelih untuk satu yayasan atau persatuan atau perusahaan diniatkan atas nama ketua kemudian dari  atas nama umat Muhammad SAW[10]:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم  بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ وَمِنْ................وَمِنْ أُمَّةِ  مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّم َ  فَتَقَبَلهُ مِنْهُ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّم َ

“ Allah Maha Besar, Ya Allah ini dari-MU dan milk-MU dan untuk-MU dan dari si: ……. (Sebut nama kepala persatuan) dan dari ummat Mhammad SAW,  maka terimalah ia darinya dandari umat uhammadSAW”.
4. Sunnah lainnya apabila sudah memutuskan untuk   menyembelih qurban,  hendaknya : Mulai awal bulan Dzulhijah tanggal 1 hingga saat menyembelih qurban agar tidak memotong / mencabut rambut atau kukunya, seperti  yang disabdakan Nabi SAW :

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ  (رواه مسلم(
“Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya.”
  (H.R. Muslim)
 5.  Menyembelih dengan diri sendiri jika memungkinkan.
6.  Mempertajam kembali pisaunya.
7.  Mempercepat cara penyembelihan.
8.  Membaca Bismillah dan Takbir (seperti yang telah disebutkan) sebelum membaca doa.
9. Di depan warga, agar semakin banyak yang mendo’akannya.
10. Untuk qurban yang sunnah (bukan nadzar, atau wajib atau wasiat) disunnahkan bagi yang bukan nadzar atau wajib atau wasiat untuk mengambil bagian  dari daging qurban biarpun hanya sedikit.
11. Menyaksikan sembelihan qurbannya walaupun orang lain yang menyembelihnya.

Kesembilan: Cara Membagi  Daging Qurban

            Qurban terbagi dua, yaitu: Qurban wajib (nazdar, diwajibkan dan wasiat), kedua: Qurban sunat. Daging qurban wajib dibagi-agikan seluruh dagignya kepada orang lain dan tidak boleh dimakan oleh sipengqurban dan oleh keluarganya dan termasuk yang dibawah tanggungannya[11].
Sementara untuk daging qurban sunat pembagiannya ada tiga cara:
1. Sebaiknya disedekahkan seluruhnya kepada orang lain,
2. Disunnahkan bagi si pengqurban untuk megambil sedikit dagingnya untuk dimakan oleh pengqurban dan keluarganya,
3. Dan untuk mashlahat dianjurkan untuk bisa membagi menjadi 3 bagian. 1/3 untuk keluarga, 1/3 untuk dihidangkan tamu jiran, teman kaya atau miskin,  , 1/3 untuk dibagikan kepada fakir miskin. Dan semakin banyak yang dikeluarkan tentu semakin besar pahalanya[12].

Kesepuluh: Hukum Menjual Daging Qurban

            Hukum menjual daging  qurban adalah harom sebelum dibagikan. Adapun  jika daging qurban sudah dibagi dan diterima, maka bagi si fakir yang menerima daging tersebut boleh menjualnya dan juga boleh menyimpannya.  Begitu juga kulitnya, tidak diperkenankan untuk dijual atau dijadikan upah bagi yang menyembelih, akan tetapi bagi seorang tukang sembelih boleh menerima kulit  serta daging qurban sebagai bagian haknya  akan tetapi tidak boleh daging dan kulit tersebut dijadikan upah[13].

Kesebelas:Berqurban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal?

Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci menjadi tiga bentuk:
Orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya sementara ada di antara keluarganya yang telah meninggal. Berqurban jenis ini dibolehkan dan pahala qurbannya meliputi dirinya dan keluarganya, termasuk yang sudah meninggal.
Berqurban khusus untuk orang yang telah meninggal tanpa ada wasiat dari mayit. Sebagian ulama madzhab hambali menganggap ini sebagai satu hal yang baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit, sebagaimana sedekah atas nama mayit (lih.Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765).
Berqurban khusus untuk orang yang meninggal karena mayit pernah mewasiatkan agar keluarganya berqurban untuk dirinya jika dia meninggal. Berqurban untuk mayit untuk kasus ini diperbolehkan jika dalam rangka menunaikan wasiat si mayit. (Dinukil dari catatan kaki Syarhul Mumti’ yang diambil dari Risalah Udl-hiyah Syaikh Ibn Utsaimin 51)

Kedua belas: Panitia dan kedudukannya
Walaupun di masa Rasulullah tidak ada, namun dari segi maslahat pembentukan panitia sangat diperlukan pada masa sekarang. Panitia qurban jelas tidak sama dengan amil zakat, perbedaannya dengan amil zakat cukup banyak: Amil zakat sudah ada dimasa Nabi SAW, amil zakat berhak memungut, amil zakat berhak memperoleh seperdelapan dari zakat yang terkumpul, distrobusi zakat sudah ditentukan pada ashnaf yang delapan. Sementara panitia qurban tidak memiliki kesamaan itu dengan amil zakat. Maka panitia hanya sifatnya membantu dan memfasilitasi. Hukum yang berlaku bagi panitia qurban:
1.  
Haram mengambil upah apapun dari hewan qurban,
2.      Haram bagi   tukang sembelih mengambil upah apapun dari hewan qurban,

3.      Panitia qurban dan tukang sembelih boleh memasak dan memakan daging qurban sewaktu berjalannya penyembelihan, bukan sebagai upah jerih payah, namun sebagai yang berhak menerima tanpa berlebihan. Tentu ini sudah  menjadi izin dan kesepakatan awal atau ‘uruf yang berlaku ditempat berqurban antara pengqurban dan panitia.

4.      Jika pengqurban telah menyerahkan qurbannya kepada panitia qurban dan sudah mengetahui ketentuan yang disepakati, baik harga atau upah panitia dari uang pembelian, maka panitia saat itu sudah mewakili pengqurban dan mempercayakan pendistrobusian sesuai dengan mashlahat, agar terjadi  pembagian yang adil, pegqurban seyogiyanya tidak mengatur-atur panitia sesuai kesepakatan awal, jika tidak sepakat dengan ketentuan panitia, maka lebih baik ia sendiri yang melakukan.

5.      Panitia dan tukang sembelih boleh mengambil upah dari lebih uang pembelian atau dari sumber lain, seperti: harga perorang Rp. 1.500.000,- untuk pembelian qurban, namun pengqurban sepakat untuk membayar Rp. 1.700.000,-.Uang Rp.200.000,- sebagai kebutuhan penyembelihan. Jika panitia hanya membeli hewan qurban senilai Rp.1.400.000,- per orang maka panitia wajib mengembalikan kepada pengqurban Rp.100.000,- dan haram ditashorrufkan oleh panitia tanpa seizin pengqurban.
Ketiga belas: Hukum berqurban bagi yang belum ‘aqiqah
Hukum berqurban bagi yang belum ‘aqiqah adalah sah dan tidak mengurangi pahala berqurbannnya sedikitpun. Dengan alasan: Tidak ada ibadah yang saling membatalkan, hukum qurban dan ‘aqiqah sama-saa sunat, kedua ibadah ini dapat dikerjakan pada waktu yang berbeda dan hak akikah adalah hak orang tua bukan hak anak.

Keempat belas: Hukum menyatukan ‘aqiqah dengan qurban 
Menyatukan dua niat dalam satu ibadah, dalam masalah ‘aqiqah dan qurban tidak menghasilkan dua-duanya, akan tetapi akan menghasilkan salah satu dari keduanya, mana niat pertama maka itulah yang diperoleh.Karena masing-masing ibadah ini berdiri sendiri (maqshudah lidzatiha).
Wallahu A’lam Bi al-Shwwab.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.